Sabtu, 17 Januari 2009

DIY dan Potensi Biogas dari Kotoran Ternak


-->
Di daerah-daerah peternakan masih banyak orang yang belum melakukan upaya pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk maupun energi. Kotoran ternak banyak yang tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak yang dimanfaatkan sebagai pupuk apalagi sebagai sumber bahan bakar. Teknologi dan produk bahan bakar dari kotoran ternak ini masih merupakan hal baru bagi masyarakat, petani dan peternak di Nusantara.
Produksi pupuk organik dan biogas dari bahan kotoran ternak dapat dilakukan sejalan dan tidak saling merugikan. Pemanfaatan kotoran ternak menjadi sumber energi biogas, tidak mengurangi jumlah dan kualitas pupuk alami yang akan dimanfaatkan oleh para petani. Hal tersebut dimungkinkan karena pada pembuatan biogas, kotoran ternak yang sudah diproses dikembalikan ke kondisi semula. Bagian dari kotoran yang dimafaatkan sebagai bahan bakar hanyalah gas metan (CH4). Kotoran yang sudah diproses pada pembuatan biogas dipindahkan ke tempat lebih kering, dan bila sudah kering dapat disimpan dalam karung untuk penggunaan selanjutnya.
Limbah kotoran ternak diolah menjadi biogas melalui proses peruraian bahan organik oleh bakteri methanogen. Proses peruraian tersebut umumnya berada di dalam wahana biodigester. Instalasi biogas sendiri bukanlah teknologi baru dan bahkan tergolong teknologi yang mudah, baik dalam hal pembuatan maupun perawatannya. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa perawatan menjadi kendala utama dalam keberlanjutan biogas itu sendiri.
Dengan menerapkan teknologi biogas, kita mampu memenuhi kebutuhan energi kita yang kian meningkat. Jadi, keluhan terhadap kekurangan pasokan energi dapat kita atasi, karena biogas dapat dipakai untuk bermacam keperluan. Sebut saja mulai dari memasak, lampu penerangan, transportasi dan lainnya. Mau tak mau, biogas bila diaplikasikan secara luas, memberikan manfaat yang luar biasa bagi permasalahan energi di Indonesia.
Di Propinsi DI Yogyakarta, menurut BPS DIY, jumlah ternak mencapai 586.367 ekor (dengan jumlah sapi dan sapi perah lebih dari 230.000 ekor). Jumlah tersebut juga dikatakan belum termasuk ternak unggas yang mencapai 9,13 juta ekor. Data yang telah kami paparkan tersebut selanjutnya kita olah dengan memasukkan nilai-nilai hasil eksperimen tertentu untuk menghitung potensi energi biogas yang dimiliki sebuah propinsi. Menurut Kadir (1995), variasi produksi material kotoran untuk setiap jenis makhluk hidup adalah sebagai berikut:

Jenis
Material kering per hari (kg)
Jenis
Material kering per hari (kg)
Sapi, kerbau
5,20
Babi
0,70
Kuda
3,60
Itik, ayam
0,03
Kambing, domba
0,30
Manusia
0,07

Menengok tabel di atas, kita dapat memperkirakan jumlah ketersediaan kotoran ternak di DIY setiap harinya. Untuk total kotoran kering sapi dan sapi perah saja bila dihitung akan terpenuhi sebanyak 1.196.000 kg setiap hari. Adapun kotoran unggas kira-kira sebanyak 273.900 kg perhari. Sekian banyak kotoran ternak tersebut bila tidak dimanfaatkan secara baik justru akan merugikan penduduk yakni berupa polusi lingkungan. Dengan demikian, aplikasi teknologi biodigester selain memberi keuntungan ekonomis juga menyelamatkan lingkungan.
Sementara itu, variasi hasil biogas per kg material yang telah melalui proses digesti anaerob disebutkan oleh tabel berikut:

Jenis
Biogas per kg material kering (m3/kg)
Jenis
Biogas per kg material kering (m3/kg)
Sapi, kerbau
0,25
Babi
0,44
Kuda
0,25
Itik, ayam
0,60
Kambing, domba
0,25
Manusia
0,40

Dari 1.196.000 kg material kering kotoran sapi perhari bila diolah dalam biodigester dapat menghasilkan sebanyak 299.000 m3 biogas. Bila nilai kalori 1 meter kubik biogas sekitar 6.000 watt jam, maka secara matematis, DIY dengan ternak sapinya saja mampu memasok 1.794.000.000 watt jam atau sebesar 1,79 GWh perhari.
Twidell dan Weir (1996) dalam metode perhitungannya memasukkan asumsi-asumsi. Dengan menentukan effisiensi 0,3 , mereka memperoleh hasil perhitungan untuk 100 ekor sapi mampu menghasilkan termal kontinyu sebanyak 5050 W dengan pemanfaatan maksimum sehari 121,2 kWh serta setara dengan 11 liter minyak tanah. Bila metode ini digunakan untuk menghitung potensi energi biogas DIY, maka untuk ternak sapi dan sapi perah saja mampu menghasilkan sebanyak 278.760 kWh atau sekitar 0,28 GWh setiap hari.
Setiap meter kubik biogas setara dengan setengah kilogram gas alam cair (liquid petroleum gases), setengah liter bensin dan setengah liter minyak diesel. Nilai kalor biogas cukup besar antara 590 – 700 Kcal/m3. Bila dibandingkan dengan sumber energi lainnya, biogas memiliki keunggulan. Nilai kalornya lebih besar dari nilai kalor Coalgas yakni 586 Kcal/m3 dan watergas 302 Kcal/m3. Namun, nilai kalor biogas itu kalah oleh gas alam (967 Kcal/m3). Setiap meter kubik biogas nilai kalornya setara dengan setengah kilogram gas alam cair (liquid petroleum gases), setengah liter bensin atau setengah liter minyak diesel.
Dari nilai kalor yang dikandung, biogas mampu dijadikan sumber energi dalam beberapa kegiatan sehari-hari. Mulai dari memasak, pengeringan, penerangan hingga pekerjaan yang membutuhkan pemanasan (pengelasan). Selain itu, biogas juga bisa dipakai sebagai bahan bakar untuk menggerakkan motor.
Permasalahan yang sering dihadapi sebuah instalasi biogas adalah kendala perawatan sebagai upaya menjaga keberlanjutan produksinya (Fajar, 2007). Kebanyakan masyarakat hanya tertarik dengan biogas di awal – awal masa produksi biogas, selanjutnya menelantarkan begitu saja karena kurangnya rasa memiliki, serta mungkin hasil produksi dirasa kurang memberi manfaat bagi mereka. Padahal, penyediaan pasokan bahan baku (kotoran ternak) secara cukup dan kegiatan perawatan biodigester secara rutin bila dilaksanakan akan menghasilkan produk biogas dengan jumlah dan kualitas sesuai harapan. Kita melihat di sini, bahan baku biodigester tak boleh kosong pada suatu hari agar terjaga kestabilan output. Memasok bahan baku kotoran ternak hendaknya menjadi komitmen peternak atau masyarakat pemasok bahan baku, serta menjadi tugas pengelola intalasi biogas untuk mengingatkan mereka tentang pasokan kotoran ternak. Hubungan timbal balik ini akan tercipta bila masyarakat berperan selain sebagai pembeli produk biogas juga sebagai penyetor kotoran ternak.
Terima kasih banyak buat yang membaca artikelku ini, 
Sempatkan juga baca ini buat yang ingin Rambutnya sehat bagai terlahir kembali. Klik!' 

Anonim, 2004, D.I. Yogyakarta dalam Angka 2003, BPS DIY, Yogyakarta
Fajar, Ahmad, 2007, Biogas Hadir di Sewon, http://www.ahmad-fajar.web.ugm.ac.id, (diunduh 17 Maret 2008)

Jumat, 16 Januari 2009

Bengawan Solo

Bengawan Solo...
Riwayatmu kini
Sedari dulu jadi perhatian insani.
Air mengalir sampai jauh...
(Gesang)

Penduduk di sekitar aliran bengawan suka menyeberanginya dengan perahu. Tak hanya manusia yang menyeberang dengan perahu namun juga sepeda motor bahkan ternak (kerbau dan kambing) ikut naik ke atas perahu. Ketika air pasang dan tidak mungkin untuk diseberangi, penduduk hanya bisa menyaksikan air sungai yang meluap, menghanyutkan apa saja.

Pada saat musim kemarau, mereka bisa melewati sungai dengan berjalan kaki, menuruni lembah, menyeberangi sungai dan mendaki kembali. Kondisi kemarau ini membuat anak-anak dapat mandi dan berenang di kubangan. Di aliran bengawan solo terdapat pula tempat-tempat wisata atau plesiran. Tempat seperti itu menjadi tempat pacaran yang aman dan menyenangkan karena luasnya wilayah dan sepi di bagian-bagian tertentu. Pasangan muda-mudi, maupun keluarga bisa menyewa perahu mungil untuk berpacaran di dalam perahu yang diam, dengan tukang dayung di ujung yang lain dari penumpang. Menariknya suasana dan luas wilayah bengawan solo menjadi begitu mempesona, maka wajar banyak lagu-lagu tercipta karenanya.

Suasana berlibur di bengawan telah berlangsung dari generasi ke generasi. Semakin tua usia sungai semakin bertambah kisah dan kenangan yang tercipta. Panjangnya kenangan sepanjang air mengalir sampai jauh.

Telah banyak orang yang terlibat pengalaman dengan Bengawan Solo, tapi sedikit orang yang mengetahui bahwa sumber mata air bengawan berasal dari daerah yang sepi di kabupaten Wonogiri. Daerah berbatu-batu, seperti juga namanya, hutan berbatu, Wonogiri. Aliran sungai bengawan berasal dari daerah bernama Gunung Sewu, karena yang terlihat hanyalah perbukitan dengan tonjolan kecil di sana-sini. Di daerah itulah terdapat sungai-sungai kecil yang bisa diseberangi dengan kaki tak memerlukan jembatan, tak memerlukan perahu, namun merupakan sumber terciptanya Bengawan Solo yang melegenda itu. Siapakah yang menyangka?

Bahkan dalam lirik lagu ciptaan Gesang, yang diingat dan dinyanyikan adalah riwayat Bengawan Solo, air yang mengalir sampai jauh, bukan tentang “mata air yang terkurung gunung seribu”.

Referensi: buku Fotobiografi Djoenaedi Joesoef karangan Arswendo Atmowiloto.

Gaplek "Ketela Pohon yang dikeringkan"

Penjualan ketela pohon segar pasca panen di daerah Gunungkidul tidak banyak dilakukan. Hal ini mengingat banyaknya panen ketela pohon setiap musim panen tiba. Ketela pohon segar menjadi tidak laku jual. ketela ini baru laku jual tatkala telah dilakukan proses pengeringan, yaitu kulit ketela dikupas dan ketela dijemur agar menjadi kering. (To be continued...)