Jumat, 16 Januari 2009

Bengawan Solo

Bengawan Solo...
Riwayatmu kini
Sedari dulu jadi perhatian insani.
Air mengalir sampai jauh...
(Gesang)

Penduduk di sekitar aliran bengawan suka menyeberanginya dengan perahu. Tak hanya manusia yang menyeberang dengan perahu namun juga sepeda motor bahkan ternak (kerbau dan kambing) ikut naik ke atas perahu. Ketika air pasang dan tidak mungkin untuk diseberangi, penduduk hanya bisa menyaksikan air sungai yang meluap, menghanyutkan apa saja.

Pada saat musim kemarau, mereka bisa melewati sungai dengan berjalan kaki, menuruni lembah, menyeberangi sungai dan mendaki kembali. Kondisi kemarau ini membuat anak-anak dapat mandi dan berenang di kubangan. Di aliran bengawan solo terdapat pula tempat-tempat wisata atau plesiran. Tempat seperti itu menjadi tempat pacaran yang aman dan menyenangkan karena luasnya wilayah dan sepi di bagian-bagian tertentu. Pasangan muda-mudi, maupun keluarga bisa menyewa perahu mungil untuk berpacaran di dalam perahu yang diam, dengan tukang dayung di ujung yang lain dari penumpang. Menariknya suasana dan luas wilayah bengawan solo menjadi begitu mempesona, maka wajar banyak lagu-lagu tercipta karenanya.

Suasana berlibur di bengawan telah berlangsung dari generasi ke generasi. Semakin tua usia sungai semakin bertambah kisah dan kenangan yang tercipta. Panjangnya kenangan sepanjang air mengalir sampai jauh.

Telah banyak orang yang terlibat pengalaman dengan Bengawan Solo, tapi sedikit orang yang mengetahui bahwa sumber mata air bengawan berasal dari daerah yang sepi di kabupaten Wonogiri. Daerah berbatu-batu, seperti juga namanya, hutan berbatu, Wonogiri. Aliran sungai bengawan berasal dari daerah bernama Gunung Sewu, karena yang terlihat hanyalah perbukitan dengan tonjolan kecil di sana-sini. Di daerah itulah terdapat sungai-sungai kecil yang bisa diseberangi dengan kaki tak memerlukan jembatan, tak memerlukan perahu, namun merupakan sumber terciptanya Bengawan Solo yang melegenda itu. Siapakah yang menyangka?

Bahkan dalam lirik lagu ciptaan Gesang, yang diingat dan dinyanyikan adalah riwayat Bengawan Solo, air yang mengalir sampai jauh, bukan tentang “mata air yang terkurung gunung seribu”.

Referensi: buku Fotobiografi Djoenaedi Joesoef karangan Arswendo Atmowiloto.

Tidak ada komentar: